Sahabat Lama
Nama saya Aditya. Sekilas terlihat seperti nama orang
banyak. Tapi agak aneh rasanya apabila nama itu disandang oleh seorang gadis.
Aditya. Tanpa embel-embel lain. Sependek itu saja nama saya. Pernah waktu saya
masih kecil dan keluarga kami masih miskin, saya tanyakan arti nama saya kepada
bunda.
“bunda, kenapa aku diberi nama aditya?”. Tanyaku terselip
nada keraguan. Tapi bunda menjawabnya dengan senyum manis sekali. Matanya
menerawang seakan-akan kembali ke masa lalu. Garis wajahnya terlihat lebih muda
10 tahun dari sekarang.
“ayah dan bunda merasa sama-sama tak punya apa-apa untuk
membahagiakan satu sama lain didalam perkawinan ini kecuali satu hal.
Kesetiaan. Kami merasa punya kesetiaan satu sama lain sehingga namamu Aditya
berasal dari namaku dan ayahmu. Ani dan Budi setia. Aditya”.
Saya
menganguk mendengar cerita bunda meskipun saya sebenarnya waktu itu tak tahu
apa yang dimaksud dengan setia. Hingga ketika saya beranjak dewasa dan mengerti
definisi setia itu seperti apa. Keadaan finansial orang tua saya semakin meningkat
tetapi sayangnya berbanding terbalik dengan nilai kesetiaan diantara mereka.
Bukan rahasia lagi ayah punya banyak “simpanan” diluar. Sedangkan bunda yang
sebenarnya sudah tak ingin lagi setia dengan ayah bisa diam saja dan pura-pura
setia. Tabungan, koleksi berlian. Rumah, dan jumlah mobil digarasi yang bisa
membuat bunda “setia”.
Jadi sebenarnya nama saya merupakan doa yang tak terkabul.
Saya
sendiri sebenarnya tak mengerti secara benar-benar bagaimana rasanya setia itu.
Saya pernah berhenti bersahabat dengan teman saya yang ternyata seorang
lesbian. Saya pernah meninggalkan orang yang mencintai saya tanpa alasan karena
saya tertarik oleh laki-laki lain. Tapi saya pernah dikhianati sahabat saya
sendiri dengan menelikung pacar saya dari belakang. Saya juga sering
ditinggalkan oleh orang-orang yang saya cintai tanpa alasan yang kurang bisa
saya pahami. Seperti kejadian bulan kemarin.
Bulan
kemarin pacar saya memutuskan saya. Saya tak bisa memahami alasannya. Saya
bertanya padanya apa salah saya, tetapi dia mengatakan awalnya saya tak salah
apa-apa. Ketika saya paksa lagi, akhirnya dia bilang kalau saya terlalu sering
hemm gimana ya bilangnya. Saya terlalu sering merajuk, marah-marah sendiri
disaat dia lagi sibuk sendiri. Ya sudah akhirnya saya paham salah saya.
Sehingga saya tak layak merasakan kesetiaannya itu lagi. Ah!
Pagi
ini seperti biasa saya menunggu bus flash untuk mengantar saya ke fakultas.
Saya memang suka naik bus dan memarkirkan motor di fakultas lain karena lebih
dekat jaraknya dengan rumah. Selain itu saya payah menyetir motor. Saya
sendirian membuka handphone. Sudah tak ada pesan lagi dari mantan kekasih saya.
Fikiran disergap oleh sesuatu yang janggal. Hati bertanya-tanya. Perasaan asing
dan sendirian.
Tiba-tiba
ada sosok mendekati halte. Aku menyeringitkan dahi. Oh dia Ras! Sahabat lamaku!
“Ras!”. Aku memanggilnya. Ras mendekati setengah berlari.
Excited. “apa kabar ras?!?”
“haii ditya!”. Ras membalas sapaan saya, badannya setengah
terhuyung. Dia langsung duduk disebelah saya, di bangku halte ini. “apa
kabar?!?”
“hei! Kamu yang gimana kabarnya, lama banget kamu tidak
menghampiriku!”. Ujar saya memeluknya akrab
“aku selalu menghampirimu pada saat yang tepat, aditya”. Dia
tersenyum dikulum. Saya hanya mengangkat bahu. Kurasa ucapan Ras benar, dia
selalu datang disaat yang tepat.
“kenapa kamu selalu datang kalau aku lagi sendirian?”, ujar
saya sembari menutup textbook Cost Accounting setebal high heels para model
ini.
“itu memang tugasku, pahamilah dit”. Dia menepuk bahu saya
akrab. “bagaimana kabarmu?”.
Saya menunduk.
Saya melirik kertas tugas Cost Accountingku dengan mata menerawang, mengabaikan
pertanyaan ras.
“tugas ya, begitu sibuknya kamu dit”. Ujarnya
“yaa begitulah”. Saya menghembuskan nafas.
percuma kamu sesibuk apapun, kamu tak bisa menghilangkan
aku dari pandangan matamu, juga hatimu”.
Pandanganku langsung beralih ke bola mata Ras,
menyeringitkan dahi. “apaan sih ras, kamu ngomong apa??”
“bahkan kamu lupa ya dengan aku, hmm, aku merasa kamu tak
mengenalku seperti dahulu”
“hmm maksudnya?”, aku makin tak paham. Percakapan dengan Ras
ini sepertinya tidak ada arahnya. Sebenarnya ingin saya diamkan saja dia,
karena tiap kali berkomunikasi dengan sahabat lamaku ini, pembicaraannya selalu
tak jelas dan tak terarah. Mungkin karena saya lama tak berkomunikasi
dengannya, pembicaraan ini .
“tuh, kamu benar-benar tak mengenaliku”. Dia
menggeleng-gelengkan kepalanya. “tapi aku tak tahu apa aku mesti bahagia atau
bersedih karena kau tak mengenaliku lagi”
“oke kalau begitu, biarkan aku mengenalimu lagi, setelah ini
ikutlah aku masuk kedalam bus flash”
“haha, kau takut berpisah denganku rupanya”. Dia tertawa
“tidak, aku hanya ingin kau bercerita tentang dirimu, supaya
aku mengenalimu lagi, kau kan sahabat lamaku, aku bukan sahabat yang baik kalau
aku tak mengenalimu lagi”. Saya berujar
“kenyataannya kau melupakanku”. Ras tampak kecewa
“karena itu, biarkan aku mengenalimu lagi ras”, ujar
saya.”aku minta maaf, mungkin kemarin aku terlalu sibuk dengan pacarku sehingga
melupakanmu ras”. Saya menarik nafas. “kalau begitu ceritakan dirimu, sebentar
lagi bus akan datang ras”.
Saya merogoh sekotak rokok disaku, mengambilnya sebatang.
Saya sodorkan kotak rokok itu ke Ras, tapi Ras hanya menggeleng. Saya
menyalakan rokok, Ras mulai bercerita.
“karena kamu bersama pacarmu, makanya aku tak ada dihatimu
ras, ketika pacarmu pergi,ketika kau sendiri barulah aku yang akan menyergapi
hatimu, apa kamu ingat mengapa kita bersahabat?”
Saya menghembuskan asap rokok pelan-pelan, berusaha berfikir,
tapi saya benar-benar tak menemukan jawabannya. Akhirnya saya hanya menggeleng.
“karena kamu begitu sendirian, tak pernah ada orang yang
benar-benar menghingapi hatimu, menghiasi fikiranmu, orang-orang jarang
berkomunikasi denganmu, orangtuamu sibuk sendiri, teman-teman kuliahmu
menghampirimu Cuma kalau lagi butuh diajarkan akuntansi biaya atau manajemen
keuangan, jadi sebenarnya dirimu itu tidak signifikan dihadapan banyak orang,
kecuali aku, makanya aku bisa hinggap dihatimu dan fikiranmu”
Saya menggelengkan kepala lagi, “kok bisa seperti itu?”
“harusnya kau tanya pada dirimu sendiri, aku tak hanya ada
dihatimu saja sebetulnya, tapi seluruh orang didunia yang begitu sendirian, dan
merasa seperti dirimu, sama seperti yang aku jelaskan tadi”
“oke,oke”. Saya menghisap rokok lagi. “jelaskan bagaimana
kita bisa bersahabat”
“ya karena kau begitu sendirian, makanya aku datang, karena
aku terlalu sering datang waktu itu makanya kita bisa bersahabat, karena kau
terlalu sering sendirian dan jarang berkomunikasi dengan orang lain”. Ras
menjelaskan dengan suara lemah. Saya makin kebingungan.
“lalu, mengapa kita jadi jarang kontak setelah itu?”
“ya karena kau akhirnya punya kekasih, kekasihmu itu
diam-diam berhasil menyiksaku, mengusirku, dan melenyapkanku. Aku begitu
menderita hingga akhirnya aku lebih memilih menghindarimu, sepertinya kau juga
tak peduli padaku waktu itu”. Matanya meradang.
Saya menyeringitkan dahi, tidak, saya selalu ingat Ras. Saya
selalu ingat Ras sahabat lama saya, kalau saya lagi sendirian, kalau saya ingin
berkomunikasi tapi tidak ada yang mau mendengarkan saya, kalau saya lagi butuh
seseorang disamping saya.
“aku tidak bermaksud seperti itu ras, maafkan aku”
“tapi memang kelihatannya kamu memang lebih bahagia kalau
aku tak ada dit”. Suaranya melemah. “nah tadi kulihat kau sendirian, dan kau
ingin berkomunikasi, makanya aku datang ditya, karena memang itu tugasku”
Saya menghembuskan asap rokok lagi. Bus bewarna biru kuning
sudah terlihat dari jarak beberapa meter.
“ras, busnya sudah datang, aku janji kita nggak akan lost
contact lagi,aku boleh minta nomer hapemu ya”. Aku mengeluarkan hp nokia
jadulku sembari menyerahkannya ke ras. Tapi ras hanya menggeleng.
“kamu benar-benar lupa, aku tidak pernah menggunakan
handphone”.
Saya menyeringitkan dahi. Saya benar-benar lupa dengan
kebiasaan Ras, tapi saya hanya ingat kalau dia memang sahabat lama saya yang
sangat akrab.
“kalau begitu aku add aja facebookmu”
“aku juga tak punya akun facebook, kamu parah sekali ditya
melupakan aku”
Saya berfikir ulang, ya memori saya payah. Sejak mantan
kekasih saya masuk kedalam kehidupan saya
sepertinya saya melupakan kebiasaan
dan sahabat saya.
Bus akhirnya berhenti didepan kami.Saya membuka pintu bus
“aku berangkat ke kampus dulu Ras..”
Ras melambaikan tangannya, “oke aditya, hati-hati, semangat
ya dikampus, aku bisa menghampirimu lagi nanti dikampus..”
Saya menyeringitkan dahi, pintu bus sudah mau saya tutup
tetapi saya masih penasaran dengan satu hal, akhirnya saya kembali melebarkan
pintu bus flash dan berteriak kearah ras.
“Ras! Sebenarnya siapa nama lengkapmu?!?!”. Saya melongokan
kepala melihat Ras.
Ras yang belum seberapa jauh melangkah menoleh kearahku,
dengan senyum dikulum – setengah mengejek saya.
“namaku ras, nama lengkapnya rasa kesepian, kamu benar-benar
lupa ditya,”
Saya ternganga. Sosok ras tiba-tiba menghilang, seisi bus
keheranan menatap saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar