Sahabat Pena

Minggu, 26 April 2015

Cerpenku

Nama saya Aditya. Sekilas terlihat seperti nama orang banyak. Tapi agak aneh rasanya apabila nama itu disandang oleh seorang gadis. Aditya. Tanpa embel-embel lain. Sependek itu saja nama saya. Pernah waktu saya masih kecil dan keluarga kami masih miskin, saya tanyakan arti nama saya kepada bunda.
“bunda, kenapa aku diberi nama aditya?”. Tanyaku terselip nada keraguan. Tapi bunda menjawabnya dengan senyum manis sekali. Matanya menerawang seakan-akan kembali ke masa lalu. Garis wajahnya terlihat lebih muda 10 tahun dari sekarang.
“ayah dan bunda merasa sama-sama tak punya apa-apa untuk membahagiakan satu sama lain didalam perkawinan ini kecuali satu hal. Kesetiaan. Kami merasa punya kesetiaan satu sama lain sehingga namamu Aditya berasal dari namaku dan ayahmu. Ani dan Budi setia. Aditya”.
                Saya menganguk mendengar cerita bunda meskipun saya sebenarnya waktu itu tak tahu apa yang dimaksud dengan setia. Hingga ketika saya beranjak dewasa dan mengerti definisi setia itu seperti apa. Keadaan finansial orang tua saya semakin meningkat tetapi sayangnya berbanding terbalik dengan nilai kesetiaan diantara mereka. Bukan rahasia lagi ayah punya banyak “simpanan” diluar. Sedangkan bunda yang sebenarnya sudah tak ingin lagi setia dengan ayah bisa diam saja dan pura-pura setia. Tabungan, koleksi berlian. Rumah, dan jumlah mobil digarasi yang bisa membuat bunda “setia”.
Jadi sebenarnya nama saya merupakan doa yang tak terkabul.
                Saya sendiri sebenarnya tak mengerti secara benar-benar bagaimana rasanya setia itu. Saya pernah berhenti bersahabat dengan teman saya yang ternyata seorang lesbian. Saya pernah meninggalkan orang yang mencintai saya tanpa alasan karena saya tertarik oleh laki-laki lain. Tapi saya pernah dikhianati sahabat saya sendiri dengan menelikung pacar saya dari belakang. Saya juga sering ditinggalkan oleh orang-orang yang saya cintai tanpa alasan yang kurang bisa saya pahami. Seperti kejadian bulan kemarin.
                Bulan kemarin pacar saya memutuskan saya. Saya tak bisa memahami alasannya. Saya bertanya padanya apa salah saya, tetapi dia mengatakan awalnya saya tak salah apa-apa. Ketika saya paksa lagi, akhirnya dia bilang kalau saya terlalu sering hemm gimana ya bilangnya. Saya terlalu sering merajuk, marah-marah sendiri disaat dia lagi sibuk sendiri. Ya sudah akhirnya saya paham salah saya. Sehingga saya tak layak merasakan kesetiaannya itu lagi. Ah!
                Pagi ini seperti biasa saya menunggu bus flash untuk mengantar saya ke fakultas. Saya memang suka naik bus dan memarkirkan motor di fakultas lain karena lebih dekat jaraknya dengan rumah. Selain itu saya payah menyetir motor. Saya sendirian membuka handphone. Sudah tak ada pesan lagi dari mantan kekasih saya. Fikiran disergap oleh sesuatu yang janggal. Hati bertanya-tanya. Perasaan asing dan sendirian.
                Tiba-tiba ada sosok mendekati halte. Aku menyeringitkan dahi. Oh dia Ras! Sahabat lamaku!
“Ras!”. Aku memanggilnya. Ras mendekati setengah berlari. Excited. “apa kabar ras?!?”
“haii ditya!”. Ras membalas sapaan saya, badannya setengah terhuyung. Dia langsung duduk disebelah saya, di bangku halte ini. “apa kabar?!?”
“hei! Kamu yang gimana kabarnya, lama banget kamu tidak menghampiriku!”. Ujar saya memeluknya akrab
“aku selalu menghampirimu pada saat yang tepat, aditya”. Dia tersenyum dikulum. Saya hanya mengangkat bahu. Kurasa ucapan Ras benar, dia selalu datang disaat yang tepat.
“kenapa kamu selalu datang kalau aku lagi sendirian?”, ujar saya sembari menutup textbook Cost Accounting setebal high heels para model ini.
“itu memang tugasku, pahamilah dit”. Dia menepuk bahu saya akrab. “bagaimana kabarmu?”.
                Saya menunduk. Saya melirik kertas tugas Cost Accountingku dengan mata menerawang, mengabaikan pertanyaan ras.
“tugas ya, begitu sibuknya kamu dit”. Ujarnya
“yaa begitulah”. Saya menghembuskan nafas.
percuma kamu sesibuk apapun, kamu tak bisa menghilangkan aku dari pandangan matamu, juga hatimu”.
Pandanganku langsung beralih ke bola mata Ras, menyeringitkan dahi. “apaan sih ras, kamu ngomong apa??”
“bahkan kamu lupa ya dengan aku, hmm, aku merasa kamu tak mengenalku seperti dahulu”
“hmm maksudnya?”, aku makin tak paham. Percakapan dengan Ras ini sepertinya tidak ada arahnya. Sebenarnya ingin saya diamkan saja dia, karena tiap kali berkomunikasi dengan sahabat lamaku ini, pembicaraannya selalu tak jelas dan tak terarah. Mungkin karena saya lama tak berkomunikasi dengannya, pembicaraan ini .
“tuh, kamu benar-benar tak mengenaliku”. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya. “tapi aku tak tahu apa aku mesti bahagia atau bersedih karena kau tak mengenaliku lagi”
“oke kalau begitu, biarkan aku mengenalimu lagi, setelah ini ikutlah aku masuk kedalam bus flash”
“haha, kau takut berpisah denganku rupanya”. Dia tertawa
“tidak, aku hanya ingin kau bercerita tentang dirimu, supaya aku mengenalimu lagi, kau kan sahabat lamaku, aku bukan sahabat yang baik kalau aku tak mengenalimu lagi”. Saya berujar
“kenyataannya kau melupakanku”. Ras tampak kecewa
“karena itu, biarkan aku mengenalimu lagi ras”, ujar saya.”aku minta maaf, mungkin kemarin aku terlalu sibuk dengan pacarku sehingga melupakanmu ras”. Saya menarik nafas. “kalau begitu ceritakan dirimu, sebentar lagi bus akan datang ras”.
Saya merogoh sekotak rokok disaku, mengambilnya sebatang. Saya sodorkan kotak rokok itu ke Ras, tapi Ras hanya menggeleng. Saya menyalakan rokok, Ras mulai bercerita.
“karena kamu bersama pacarmu, makanya aku tak ada dihatimu ras, ketika pacarmu pergi,ketika kau sendiri barulah aku yang akan menyergapi hatimu, apa kamu ingat mengapa kita bersahabat?”
Saya menghembuskan asap rokok pelan-pelan, berusaha berfikir, tapi saya benar-benar tak menemukan jawabannya. Akhirnya saya hanya menggeleng.
“karena kamu begitu sendirian, tak pernah ada orang yang benar-benar menghingapi hatimu, menghiasi fikiranmu, orang-orang jarang berkomunikasi denganmu, orangtuamu sibuk sendiri, teman-teman kuliahmu menghampirimu Cuma kalau lagi butuh diajarkan akuntansi biaya atau manajemen keuangan, jadi sebenarnya dirimu itu tidak signifikan dihadapan banyak orang, kecuali aku, makanya aku bisa hinggap dihatimu dan fikiranmu”
Saya menggelengkan kepala lagi, “kok bisa seperti itu?”
“harusnya kau tanya pada dirimu sendiri, aku tak hanya ada dihatimu saja sebetulnya, tapi seluruh orang didunia yang begitu sendirian, dan merasa seperti dirimu, sama seperti yang aku jelaskan tadi”
“oke,oke”. Saya menghisap rokok lagi. “jelaskan bagaimana kita bisa bersahabat”
“ya karena kau begitu sendirian, makanya aku datang, karena aku terlalu sering datang waktu itu makanya kita bisa bersahabat, karena kau terlalu sering sendirian dan jarang berkomunikasi dengan orang lain”. Ras menjelaskan dengan suara lemah. Saya makin kebingungan.
“lalu, mengapa kita jadi jarang kontak setelah itu?”
“ya karena kau akhirnya punya kekasih, kekasihmu itu diam-diam berhasil menyiksaku, mengusirku, dan melenyapkanku. Aku begitu menderita hingga akhirnya aku lebih memilih menghindarimu, sepertinya kau juga tak peduli padaku waktu itu”. Matanya meradang.
Saya menyeringitkan dahi, tidak, saya selalu ingat Ras. Saya selalu ingat Ras sahabat lama saya, kalau saya lagi sendirian, kalau saya ingin berkomunikasi tapi tidak ada yang mau mendengarkan saya, kalau saya lagi butuh seseorang disamping saya.
“aku tidak bermaksud seperti itu ras, maafkan aku”
“tapi memang kelihatannya kamu memang lebih bahagia kalau aku tak ada dit”. Suaranya melemah. “nah tadi kulihat kau sendirian, dan kau ingin berkomunikasi, makanya aku datang ditya, karena memang itu tugasku”
Saya menghembuskan asap rokok lagi. Bus bewarna biru kuning sudah terlihat dari jarak beberapa meter.
“ras, busnya sudah datang, aku janji kita nggak akan lost contact lagi,aku boleh minta nomer hapemu ya”. Aku mengeluarkan hp nokia jadulku sembari menyerahkannya ke ras. Tapi ras hanya menggeleng.
“kamu benar-benar lupa, aku tidak pernah menggunakan handphone”.
Saya menyeringitkan dahi. Saya benar-benar lupa dengan kebiasaan Ras, tapi saya hanya ingat kalau dia memang sahabat lama saya yang sangat akrab.
“kalau begitu aku add aja facebookmu”
“aku juga tak punya akun facebook, kamu parah sekali ditya melupakan aku”
Saya berfikir ulang, ya memori saya payah. Sejak mantan kekasih saya masuk kedalam kehidupan saya 
sepertinya saya melupakan kebiasaan dan sahabat saya.
Bus akhirnya berhenti didepan kami.Saya membuka pintu bus “aku berangkat ke kampus dulu Ras..”
Ras melambaikan tangannya, “oke aditya, hati-hati, semangat ya dikampus, aku bisa menghampirimu lagi nanti dikampus..”
Saya menyeringitkan dahi, pintu bus sudah mau saya tutup tetapi saya masih penasaran dengan satu hal, akhirnya saya kembali melebarkan pintu bus flash dan berteriak kearah ras.
“Ras! Sebenarnya siapa nama lengkapmu?!?!”. Saya melongokan kepala melihat Ras.
Ras yang belum seberapa jauh melangkah menoleh kearahku, dengan senyum dikulum – setengah mengejek saya.
“namaku ras, nama lengkapnya rasa kesepian, kamu benar-benar lupa ditya,”

Saya ternganga. Sosok ras tiba-tiba menghilang, seisi bus keheranan menatap saya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar